Infopaser.id – Raja terakhir Kesultanan di Kabupaten Paser yaitu Sultan Ibrahim Chaliluddin akan diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional. Sejarawan publik Muhammad Sarip mengatakan Paser sebagai komunitas suku dan monarki tradisional mempunyai relasi sejarah dengan Kutai dan Banjar.
Pada tahun 1475 Pangeran Tumenggung Bayabaya yang ibunya dari Paser, diangkat sebagai Raja Kutai Kartanegara. Sekitar tahun 1516 Kerajaan Sadurengas berdiri di Paser dengan kontribusi aristokrat dari Kerajaan Kuripan alias Banjar-Hindu di Amuntai. Kemudian pada 1705 Kerajaan Sadurengas bertransformasi menjadi Kerajaan Paser Belengkong, awal penggunaan gelar sultan.
Baca Juga : Bingung Liburan Akhir Tahun Ke Mana? Loksado Kalsel Siap Tawarkan Keindahan Alam Memukau
Sejarawan asal Samarinda itu mengatakan sumber sejarah perlawanan Sultan Ibrahim terhadap kolonial Belanda sangat valid. Ini lah salah satu dasar mengusulkan menjadi pahlawan nasional.
“Sumber sejarahnya bukan dari intern keluarga atau sekadar tutur lisan. Ada sumber Belanda berupa buku dan surat kabar sezaman yang mencatat pemberontakan Sarekat Islam di Paser pada 1915–1916. Diungkap bahwa dalang dari perlawanan itu adalah Sultan Ibrahim Chaliluddin dan kerabatnya,” kata Sarip, Kamis (12/12/2024).
Dia menyebut Belanda dapat menangkap Sultan Ibrahim pada Februari 1916 dan membawanya ke Banjarmasin untuk diadili. Pada 1918 Pemerintah Hindia Belanda memvonis bersalah Sultan Ibrahim Chaliluddin dan menjatuhkan hukuman pengasingan seumur hidup.
Baca Juga : Kecamatan Kuaro Ternyata Punya Potensi Buah Kelengkeng Luar Biasa
Sultan Ibrahim dihukum buang ke Cianjur, di lokasi yang sama dengan pengasingan Pangeran Hidayatullah dari Kesultanan Banjar. Setelah menjalani 12 tahun pengasingan, Sultan Ibrahim wafat pada 19 Oktober 1930. Sultan Ibrahim dimakamkan di sebelah makam Pangeran Hidayatullah.
Informasi bahwa Sultan Ibrahim Chaliluddin merupakan tokoh pemberontak bersumber dari pihak lawan, yakni Belanda, bukan semata-mata klaim dari sumber lokal.
Dalam konteks ini, pengakuan dari lawan lebih valid dan kredibel sebagai sumber sejarah kepahlawanan figur lokal,” kata Sarip.
Sarip menyebut ada dua kelengkapan yang belum terpenuhi menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional. Pertama, belum ada seminar nasional untuk usulan ini. Kedua, belum ada fasilitas publik skala besar atau bangunan monumental yang dinamai Sultan Ibrahim Chaliluddin.
Baca Juga : Kideco Bangun IPA di Batu Sopang, 3 Ribu Rumah Warga Akan Dialiri Air Bersih
“Sekadar nama jalan itu terlalu kecil untuk apresiasi seorang tokoh pejuang bangsa. Satwa dan benda mati pun banyak yang dijadikan nama jalan,” tuturnya.
Sarip memberikan contoh. Untuk kelengkapan syarat usulan gelar Pahlawan Nasional Sultan Aji Muhammad Idris, pemerintah pusat berinisiatif mengganti nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda menjadi Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda.
Kepala Dinas Sosial Paser Hasanuddin mengatakan akan digelar penyelenggaraan seminar nasional pada awal 2025, agar proses pengusulan nama pahlawan nasional bisa terwujud.